Lain Hati Lain Harap
- asti pembayun

- Jul 5, 2020
- 1 min read

Aku berbohong dalam segala hal hanya karenamu.
Aku membohongi hati kecilku juga karenamu.
Aku tak pernah mengijinkan mulutku berbicara, mataku menatap segalanya, tak lain juga hanya karenamu.
Aku tidak pernah jujur padamu, jika aku selalu bertemu dengan jemu tiap kali aku menunggu hari Minggu agar bisa melihatmu.
Umumnya, segala kegiatan yang melibatkan kata "menunggu", adalah hal yang sangat mengganggu.
Aku diam, tak pernah memberitahumu betapa kalut nya aku.
Tapi tidak masalah.
Aku akan menunggu meski kau tak tau.
Tungguku adalah diamnya harapku padamu
Aku suka makan lumpia itu.
Ada dua varian, biasa dan spesial.
Dari dua pilihan yang ada, bagiku tidak ada yang membuat mereka tampak berbeda.
Yang penting, si penjual menyajikannya dalam kondisi panas.
Karena disaat itu, aku akan berhasil membuatmu berlama-lama duduk denganku sambil meniup lumpia panasmu, sebelum kau lahap ke dalam mulutmu.
Lagi-lagi aku tak jujur padamu.
Ku bilang, lumpia depan Hotel Mutiara adalah kesukaanku.
Jika kau tahu, itu hanyalah alibiku, agar kau mau duduk lama-lama denganku.
Aku ini perempuan.
Andai kata ada liontin dalam saku celanamu, aku pasti akan memilihnya dibanding lumpia isi ayam ini.
Tapi tidak apa.
Ku lihat, kamu hanya bisa akrab denganku sebab lumpia.
Suatu hari.
Akhirnya kita sama-sama tahu perihal isi hati.
Kau jadi tahu, aku mengharapkanmu, kamu mengharapkannya.
Mau tidak terima, tapi bisa apa?
Entah kenapa, hatiku juga tidak begitu terluka setelah mengtahuinya.
Aduh Tuan.
Sejujurnya, menitipkan harap yang ternyata tidak kau sambut, sungguh tidak membuatku lantas menyesal mengenalmu.
Kamu tetap sosok teristimewa bagiku, meski sambutmu hanya untuknya.
Sementara aku ?
Hanya kawanmu yang bersedia ada, saat kamu merasa lelah dengannya.



Comments