Melangkah Bersama Tak Juga Harus Terikat Padanya

Sejak hari itu, baru hari ini kita bisa bertemu lagi.

Sebenarnya sedikit ragu ingin menemuimu malam ini.

Tapi kadang hati suka lepas diri yaa.

Kadang malah tak tahu diri.

Sudah bertekad tak lagi-lagi, tapi kaki tetap melangkah pergi.

Hampir tersungkur hingga jemarinya

hangat terasa menggenggam pergelangan.

Katanya,

"Kamu itu! Sudah kubilang, kamu tidak akan berjalan sempurna tanpa peganganku."

Biadab.

Duduk di sebuah motor tersandar tak berpemilik.

Dia menatapku, lalu bertanya.

"Baru pertama kali ini ke pasar kangen?".

Ku jawab hanya dengan anggukan kepala.

"Sengaja ku ajak kamu ke sini. Biar kamu kangen terus sama aku."

Dasar gila.

Malam selalu cepat berlalu saat aku belum mau berpisah denganmu.

Seasik ini ternyata berdua dengan

dia yang sudah bukan milik kita memang.

Sekali dua kali, masing-masing dari kita diam-diam menyelidik dari mata

yang ragu untuk memilih saling temu.

Pura-pura tak mau tahu, padahal hati punya banyak tanda tanya.

Ya bagaimana ya?

Terlanjur kaku.

Malam ini sungguh tidak terasa dingin.

Entah karena sesaknya pengunjung Pasar Kangen, atau karena sedang dekat dengan dia.

Sengaja kulirik sekilas raut wajahnya dalam cahaya remang yang terpancar.

Sial! Ternyata dia juga sedang melakukan hal yang sama.

Dia menoleh padaku.

"Jika Tuhan beri kesempatan kita untuk kembali bagaimana? "

Tanyanya tiba-tiba.

" Aku tidak yakin kita akan mendapatkannya".

Sempat ngilu mengeluarkan kalimat itu jika aku boleh jujur.

"Jika aku sukses. Kamu janji tidak akan menangis melihatku?"

Apa yang baru saja dia katakan?

Dia gila?

"Aku berjanji tidak akan menangis."

Kujawab tanpa membalas tatapan matanya.

Ketika dia tanyakan "mengapa?"

Aku harus berhasil mengatakannya!

"Aku juga akan berusaha sukses sepertimu. Agar aku bisa menepati janjiku untuk tidak menangisimu dengan semua keberhasilanmu".